Pages

Senin, 13 November 2017

Naskah Drama Kudeta Berdarah

Diposting oleh Unknown di 19.03 0 komentar
KUDETA BERDADAH
oleh kelompok teater Didong

Pada zaman dahulu terdapat sebuah kerajaan di daerah Aceh tepatnya di tanah Gayo. Kerajaan tersebut ialah Kerajaan Linge, yang dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raja Lhut, Ia merupakan raja ke 13 yang menerima tahta kerajaan dari Ayahnya. Raja Bukit adalah putra yang terlahir dari istri pertama ayahnya, yang berusia lebih muda dari Alisyah yang merupakan anak dari istri kedua ayahnya. Perselisihan pun terjadi antara kedua adik kakak tersebut yang disebabkan oleh rasa ketidakterimaan sang kakak terhadap keputusan ayahnnya yang mengangkat Bukit sebagai raja ke 13.
Adegan I
Istri 13 : Suamiku, sepertinya kita akan dikaruniai satu orang anak lagi, saya sedang mengandung.
Raja 13 : Benarkah itu istriku?
Istri 13 : Sungguh baginda, apakah baginda bahagia?
Raja 13 : Ya! Tentu saja istriku, saya bahagia karena anak pembawa rezeki bagi kerajaan ini. Selain itu rakyat pun akan turut gembira menyambut anak kita yang kedua. Pasti suasana kerajaan akan semakin ramai dengan hadirnya kedua anak kita.
Istri : Semoga saja kita selalu dilimpahkan kebahagiaan seperti katamu.
(lalu tiba-tiba raja ke 14 datang beserta amarahnya)
Raja 14 : Tampaknya sedang bahagia sekali dirimu.
Raja 13 : Ya tentu saja bahagia, kak.
Raja 14 : Bagaimana mungkin kau tidak bahagia, kau sudah punya segalanya.
Raja 13 : Bukan begitu, kak. Ada kabar baik untuk kita semua. Istriku sedang mengandung lagi.
Raja 14 : Bagiku itu bukanlah kabar baik. Saya tidak peduli kau akan punya anak berapa.
Raja 13 : Jikalau begitu, apa maksud kakak datang kemari?
Raja 14 : Saya masih belum habis pikir, mengapa Ayah memberikan tahta kerajaan kepada kau. Padahal kita semua tahu di sini sayalah yang tertua.
Raja 13 : Saya pun tak mengerti, mungkin karena ibuku adalah istri pertama Ayah.
Raja 14 : Lalu kalau begitu apakah ibuku tidak penting bagi Ayah? Padahal ibuku juga istri Ayah. Semua ini tidak adil. Saya yang lebih dahulu lahir dan kau yang mendapatkan tahtanya.
Raja 13 : Janganlah kau berpikir begitu, kakak. Ayah mungkin punya alasan tersendiri.
Raja 14 : Alasan seperti apa yang kau maksud? Kupikir semua alasan apa pun itu jika kau yang menjadi raja, bagiku tidak masuk akal
Raja 13 : Kakak, walaupun kau bukan seorang raja di kerajaan ini, saya akan tetap menghormatimu sebagai kakak. Saya tetap butuh nasehat-nasehat darimu.
Raja 14 : Sekarang saya paham. Jika kau masih membutuhkanku, bukankah itu artinya kau belum siap memimpin kerajaan ini? Kalau kau tidak siap, turun tahtalah dan jadikan saya sebagai raja.
Raja 13 : Tidak bisa begitu kakak. Ini sudah sebagai amanat dari Ayah yang harus saya emban. Saya tidak ingin mengecewakan Ayah, apa lagi melalaikan perintahnya.
Raja 14 : Omong kosong! Ayah sudah mati, tak usah kau pedulikan perintahnya lagi. Rakyat juga tahu siapa yang sebetulnya pantas mendapatkan tahta ini.
Istri 13 : mengertilah kak, tahta ini bukan kami yang meminta.
Raja 14 : Tutup mulut kau. Saya sedang tidak berbicara dengan kau!
Raja 13 : Cukup, kak! Jangan buatku marah, kau tidak perlu berkata kasar kepada istriku.
Raja 14 : Hahaha rupanya kau sombong sekali. Apakah rakyat mau, dipimpin oleh raja sombong sepertimu.
Raja 13 : Enyahlah dirimu dari hadapanku! Pengawal tolong giring dia keluar dari sini! Saya sudah muak melihatnya.
Raja 14 : Lihat saja nanti, akan kubalas perbuatanmu!
Akhirnya dengan penuh kebencian dan nafsu amarah yang tak terkendalikan, Raja ke14 membunuh raja ke 13 secara diam-diam, tanpa ada satu orang pun yang mengetahuinya.
Lalu Raja 14 menjadi pengganti raja ke 13, tahta yang diemban oleh raja ke 14 dan dengan kepemimpinannya rakyat menderita dan tidak sejahtera, karena dengan sifatnya yang angkuh dan sombong.
Raja ke 13 akhirnya wafat, musim telah berganti dan tahtapun turun ke raja 14. Dalamm pemakaman raja ke 14 terlihat murung dan bersedih (air mata buaya),  meninggalnya raja 13 karena dibunuh oleh seseorang dibagian dadanya ada luka tusukan pedang, ia di temukan di hutan belantara dalam perjalnan ke kota seberang, pelaku masih misterius dan para penjaga istana masih menyelidiki, namun yang didapat nihil.
Di sebuah hutan terdapat 3 orang manusia, mereka bernama Bener Meriah, Sengeda dan Ibunya. Sengeda mendengar berita buruk dari negeri seberang, maka dari itu mereka diizinkan oleh Ibunya pergi ke sana. Sesampainya di sana mereka di tuduh membunuh raja 13. Meriah dan Sengeda dihukum pancung oleh raja 14, Meriah mati. Namun sengeda disembunyikan oleh cik serule dan rencana pun dimulai!
Di bilik kamar raja 14
Raja 14 : Hahaha akhirnya kesempatan yang kutunggu-tunggu telah tiba, hahaha (sambil merentangan kedua tangan).
Istrinya : Benar yang mulia.
Raja 14 : Sekarang semua ada di bawah telapak kakiku, hahaha.
Istrinya : Tapi suamiku sebenarnya siapakah gerangan yang dengan beraninya membunuh raja 13?  (terheran-heran, sambil memegang tangan kanan raja 14)
Raja 14 : Mengapa kau tanyakan itu istriku? Apa kau tidak senang jika suamimu menjadi raja? Hmm? (sambil melepaskan tangan istrinya, dan menatap tajam)
Istrinya : Bukan begitu suamiku, hanya saja raja 13 sangat disegani oleh semua orang dan ia juga raja yang bijaksana, adil dan semua orang menyukai akhlaknya. Tetapi masih ada saja orang yang tidak menyukainya.
Raja 14 : Jadi kau lebih memikirkan raja 13 dari pada saya suamimu? Pikirkan saja esok saya akan diangkat menjadi raja dan ini semua juga untukmu! (melangkah keluar bilik kamar)

Esok hari pun telah tiba raja 14 dan petinggi-petinggi kerajaan serta rakyat pun berkumpul di pelataran istana untuk melihat tahta kerajaan yang diberikan kepada raja 14, suasana berkabungpun masih menyelimuti rakyat.
Raja 14 : Wahai rakyat-rakyatku, sekarang sayalah yang akan menjadi raja kalian!

Kepemimpinan raja 14 merupakan awal kepahitan rakyat Linge, bukannya rakyat menjadi makmur dan bahagia namun sebaliknya bencana kelaparan, serta yang miskin semakin miskin melanda, rakyat Linge hidup sengsara banyak yang mati akibat kekurangan gizi. Sedangkan raja 14 bahagia dan berfoya-foya tanpa memikirkan rakyatnya.
Rakyat 1 : Istriku tolong, selamatkan istriku. (berlinang air mata)
Rakyat 2 : Kita harus bagaimana sekarang? Semakin hari, semakin menyiksa bahan makanan pun tak tersisa lagi.
Rakyat 3 : Benar sekali, musim kekeringan yang melanda, kita tak bisa berbuat apa-apa kebun pun tak subur lagi semua layu. (merintih kesakitan)
Rakyat 4 : Mengapa raja 14 tidak pernah mau keluar melihat rakyat-rakyatnya yang sengsara ini? Saya sedih sekali selalu memikirkan raja 13 yang selalu memperhatikan rakyatnya. (murung)

Musim kemarau yang melanda pun salah satu faktor bencana kelaparan terjadi, namun raja 14 hanya diam saja di dalam istana. Bahan makanan yang dikirim di negeri sebrang tidak dibagikan kepada rakyat, hanya disimpan di tempat gudang penyimpanan istana.
Di sebuah hutan belantara terdapat rumah bilik yang tak kokoh lagi, disana tinggal 3 anggota keluarga, Sengeda, Bener Meriah dan Ibunya. Ketika akan mencari buruan kedua kakak beradik itu belum mendapatkan satu pun. Ibunya yang sedang mencari bahan makanan untuk dimasak pun sedang berteduh di bawah pohon yang rindang menunggu ke dua anaknya.
Sengeda : Bu saya mendengar berita buruk yang telah melanda rakyat di negeri seberang sana, mereka tengah dilanda bencana kelaparan akibat kekeringan yang terjadi.
Meriah : Benar bu para rakyat banyak yang kelaparan lebih parahnya lagi ada yang sampai meninggal.
Ib : (menghela nafas) Anak-anakku kalian pemberani nan bijaksana, sudah sepantasnya kalian tahu suatu rahasia yang tidak akan menjadi rahasia lagi.
Meriah : Apa itu bu? Rahasia apa yang selama ini ibu rahasiakan kepada kami berdua?
Ibu : Temukan kotak tua yang ibu simpan di bawah tanah, setelah itu ibu ingin kalian pergi menemui raja 14 dan buktikan kepadanya bahwa kalian memiliki benda teraebut. Ibu ingin kalian melengserkan kekuasaannya.
Sengeda : Benda? Benda apa bu?
Ibu : Kalian akan tahu nanti, setelah menemukan kotak tersebut. Maka rahasia akan terbongkar.
Meriah : Tapi bu, apa raja 14 yang membuat rakyat sengsara seperti itu? Maka dari itu kami diperintahkan untuk pergi kesana? Tapi kenapa harus kami bu?
Ibu : Benar hanya kalian yang dapat melengserkan raja 14, tapi kalain harus hati-hati raja 14 sangat licik. Sebenarnya ibu juga tidak ingin kalian pergi, tapi hanya ini satu-satunya. Kalian boleh memilih pergi atau tetap di sini.
Sengeda : Jika itu permintaan ibu, kami siap melaksanakannya.
Meriah : Ya bu kami akan mencari kotak tersebut dan sesegera mungkin menjatuhkan tahta raja 14. (mereka pulanhg lalu mencari kotak yang dikubur tersebut)

Hari pun berganti Sengeda dan Meriah sudah menemukan kotak rahasia tersebut dan ternyata di dalamnya terdapat sebuah pisaka kerajaan, mereka bertanya-tanya mengapa ada benda dari keeajaan? Tapi mereka tidak ingin ibunya khawatir, dan tidak perlu bertanya lagi pada ibunya.
Ibu : Kalian hati-hati lah, perkenalkan kepada raja 14 bahwa kalian yang memiliki pusaka ini.
Meriah : Baik bu, setelah itu apa yang harus kami lakukan?
Ibu : Hanya pusaka ini satu-satunya bukti bahwa kalian pantas mendapatkan apa yang harus kalian dapatkan. Katakanlah pada raja 14 bahwa kalian anak dari raja 13.
Sengda dan Meriah : Apa?! (kaget)
Sengeda : Be be benarkah itu bu? Tapi mengapa bisa? Bu apa ini semua? kami tak mengerti?”
Ibu : Ibu akan ceritakan semua, setelah itu kalian harus pergi, setelah itu beberkan kebenarannya kepada semuanya yang ada di istana tersebut. Tapi jangan sampai dari kalian mati terbunuh.
Sengeda : Bu jangan berbicara seperti itu, kami akan pulang dengan sehat dan utuh seperti sekarang ini.
Meriah : Jika pun salah satu dari kami ada yang meninggal itu tak masalah, tapi jangan sampai kami meninggal sekaligus bu. (memegang tangan ibunya)
Ibu : Kalian pergilah, ibu harap kalian selamat dalam perjalan dan kembali pulang, ibu akan doakan di sini. (menangis terharu)

Sengeda dan Meriah melakukan perjalanan ke Kerajaan Linge dengan membawa pusaka dan bekal yang telah dibawa. Ketika sampai di kota tersebut. Sengeda dan Meriah kaget bukan kepalang melihat rakyat banyak yang tergeletak di jalanan dengan baju yang kotor serta sangat kurus, rakyat melihat ada orang asing datang mereka sudah tak perduli lagi karena tak ada tenaga dan lemas.
Sengeda : Sepertinya istana sudah dekat, saya benar-benar sakit melihat pemandangan yang buruk terjadi.
Meriah : Benar sekali, kita harus cepat-cepat ke istana dan membersihkan kekacauan ini. (menepuk pundak Sengeda)

Mereka sampai di depan pintu istana  dan bertemu seorang dan menjelaskan maksud dan tujuan mereka datang kemari untuk bertemu raja 14. Orang istana kaget dan segera mempersilahkan masuk ke istana. Raja 14 sedang menikmati sajian istana dan penjaga istana datang menemui raja.
Penjaga : Saya menghadap yang mulia”
Raja 14 : Ada apa ini?
Penjaga : Ada yang ingin bertemu dengan yang mulia, mereka dari negeri sebrang.
Raja 14 : (heran dan bertanya-tanya) Siapa mereka? Berani-beraninya datang ke istana?
Penjaga : Tidak tahu yang mulia tapi mereka berkata ingin menunjukan sesuatu dan memperkenalkan diri kepada yang mulia.
Raja 14 : (menimbang-nimbang) Baiklah suruh datang kemari!
Penjaga : Laksanakan yang mulia.

Penjaga mempersilahkan Sengeda dan Meriah masuk ke ruangan  istana dan akhirnya mereka bertemu raja 14 juga sebagai saudara mereka. Raja 14 tidak mengetahui mereka siapa dan dengan angkuhnya bertanya.
Raja 14 : Siapa gerangan yang berani-beraninya datang ke istana saya?!
Sengeda : Maaf jika kami lancang dan mengganggu raja. Kedatangan kami  disini membawa berita besar dan pasti membuat raja kaget.
Raja 14 : Cih… kenapa kau berbicara seperti itu? Berita besar apa sampai-sampai membuatku kaget huh?! (nada meremehkan)
Meriah : (berjongkok memberi hormat ala kerajaan) Perkenalkan kami yang mulia saya dan adik saya adalah anak dari raja ke13 yang mati terbunuh dan kami juga keturunan dari Sultan Malaka, saya Bener Meriah.
Sengeda : (sama) Benar yang mulia saya Sengeda dan kami juga membawa pusaka pemberian Ayah kami yang diwariskan kepada kami. (menunduk)
Raja 14 : Deeggggg….. (kaget dan melotot) *berbicara dalam hati* apa-apaan ini?! Jadi ini adalah anak darinya dan wanita sialan itu? Saya pikir mereka sudah meninggal! Dan itu benar pusaka itu memang benar dari kerajaan, kenapa bisa? Apa yang harus saya lakukan, jika mereka anak dari raja 13 itu artinya seharusnya yang menjadi raja salah satu dari mereka dan saya akan tergeser, cih itu tidak akan terjadi. Saya tidak akan menyerahkan gelar tahta ini kepada mereka yang notabenenya orang asing. Ya itu benar ahhahahahahaha (menyeringai)
Meriah : Yang mulia itu artinya kami adalah saudara yang mulia dan kami juga bagian dari kerajaan ini.
Raja 14 : Cih berani-beraninya kalian membuat cerita yang tidak masuk akal! Ooohhh saya tahu kalian pasti penguntit yang ingin menghancurkan kerajaan ini iya kan?! Lagi pula istri dari raja 13 sudah meninggal, dan saya yakini bahwa pusaka tersebut memang benar milik kerajaan ini, tetapi sudah lama hilang. Aah saya tahu kalian pasti yang mencuri pusaka itu, ayo mengaku saja!! (melotot)
Sengeda dan Meriah : (kaget dan melotot)
Sengeda : Itu tidak benar yang mulia! Kami benar-benar anak dari raja 13 dan ini pusaka yang ibu kami berikan!
Meriah : Benar yang mulia kenapa berbicara seperti itu? Mana mungkin kami jauh-jauh dari negeri seberang dan membawa pusaka ini, hanya untuk mengada-ada?
Raja 14 : Cih kalian pintar sekali berlaka, pencuri tidak akan mengaku! Penjaga kurung mereka berdua dan beri mereka pelajaran! Karena sudah mencoreng nama kerajaanku dan pusaka ini mereka yang mencurinya! Kurung segera! Setelah itu beri mereka hukum pancung!!
Meriah : Apa?! Tidak itu tidak benar?!”
Raja 14 : Oohh saya tahu kalian yang mencuri pusaka dari raja 13, dan membunuhnya iya kan?! Mengaku saja!! Cih kalian benar-benar pembunuh dan pencuri ulung! (raja menunjuk-nunjuk mereka)
Sengeda : Apa-apan ini! Darimana kau bisa menyimpulkan kejadian yang kami tidak ketahui?! (marah dan kesal)
Meriah : Sudah Sengeda kita tidak akan menang jika seperti ini, tak ada gunanya? (Melirik Sengeda)
Raja 14 : Penjaga mereka adalah pelaku pembunuhan raja 13 dan mencuri pusaka! Cepat segera kurung mereka dan beri hukuman yang beraatttt!!!

Sengeda dan Meriah sangat amat kaget  dengan apa yang terjadi, mereka diseret paksa dan meronta-ronta. Keadaan memburuk  pusaka tersebut direbut dan mereka berdua dikurung di bawah tanah, mereka pasrah dan duduk termenung dalam sel yang gelap dan pengap.

Hari dimana Sengeda dan Bener Meriah akan dihukum mati telah tiba, sang raja memerintahkan seorang algojo untuk membunuh Bener Meriah, sedangkan Cik Serule selaku pembesar kerajaan memancung Sengeda. Atas perintah raja 14 Bener Meriah diseret paksa oleh algojo yang amat bengis dan Bener Meriah dengan hati pilu dan pasrah, diseret kedua tangannya diikat kuat sampai-sampai urat tangannya terlihat. Dengan memakai pakain putihnya.
Meriah : Ijinkan saya mengatakan kata-kata terakhir, sebelum saya pergi, bolehkah?
Algojo : Silahkan
Meriah : Dengarlah baik-baik. Jika saya memang benar pencuri dan pembunuh Ayahku, maka semua keturunan ayahku akan memiliki belalai seperti gajah. Namun, jika saya terbukti tidak membunuh Ayah, maka saya akan menjelma sebagai gajah putih yang tangguh untuk meyakinkan seluruh masyarakat kerajaan Linge bahwa saya memanglah tidak bersalah.

Setelah sumpahan tersebut diucapkan, akhirnya sang algojo dengan beberapa detik saja melayangkan pedangnya dan dengan sekejap merenggut nyawa Bener Meriah. Pakaian putih tersebut berubah warna menjadi merah kelam berlumuran darah. Lalu pakaian tersebut menjadi bukti bahwa Bener Meriah sudah meregang nyawa dan ditunjukkan kepada raja 14.
Hati Sengeda kacau dan terpuruk melihat saudaranya dibunuh di depan mata kepalanya sendiri, oleh algojo yang bengis atas perintah raja yang tamak dan licik, hatinya teriris dan tak tega. Ia menangis dan pasrah, sekarang gilirannya untuk dipancung. Apa ini akhirnya? Apa ini sudah berakhir? Seharusnya ia tak pergi saja dan mungkin jika dia masih di rumahnya ia akan berburu bersama Bener Meriah dan ibunya yang  mencari kayu bakar.
Sengeda pasrah saja dibawa cik serule kemana pun, dipikiran Sengeda ia hanya berdoa dan membayangkan apa yang akan terjadi padanya nanti. Namun tanpa diduga-duga ternyata cik serule membawa Sengeda dan tak membunuhnya. Namun malah menyembunyikan sengede ditempat persembunyian dan di asingankan.
Cik Serule : Dengar saya percaya padamu, bahwa kau adalah anak dari raja 13 dan saya juga sudah muak dengan raja yang picik itu, kalau kau tahu saya sudah melihat kelakuan raja 14 yang semena-mena terhadap rakyat dan juga dikerajaan.
Sengeda : Apa?! Jadi kau berpihak pada saya?
Cik Serule : Betul sekali, sebenarnya saya sangat menanti-nantikan seseorang datang dan mengancurkan raja tersebut, dan akhirnya seseorang datang ke kerajaan.
Sengeda : Ya.. saya juga sudah mengetahui keadaan rakyat yang terpuruk setelah raja 14 memerintah.
Cik Serule : Maka dari itu saya ingin kau dapat mengubah bencana ini dan mengembalikan semua ini.
Sengeda : Saya tak tahu harus bagaimana? Sekarang kita harus apa?
Cik Serule : Begini saya punya rencana” (berbisik-bisik) *isi bisikan Cik Serule meminta pakaian yang dikenakan Sengeda dan melumuri pakaian tersebut dengan darah binatang. Cik Serule merintahkan Sengeda untuk tidak pergi meninggalkan tempat persembunyian sampai beliau datang menjemputnya.
Setelah merasa aman Cik  Serule keluar dari tempat persembunyian dengan membawa pakaian Sengeda yang sudah berlumuran darah. Sengeda disembunyikan jauh dari kerajaan. Sesampainya di kerajaan Cik Serule memberikan pakaian tersebut dan menunjukannya kepada raja 14 bahwa Sengeda juga sudah mati dibunuhnya, dan tugasnya pun sudah terlaksana oleh Cik Serule. Melihat bukti tersebut raja 14 merasa bahagia dan gembira hatinya diliputi rasa iri dan dengki dan merasa puas musuhnya telah tiada.
Raja 14 sakit, ketika ajal datang sangat sulit untuk merenggut nyawanya. Sehingga raja 14 berkata kepada fatih untuk memanggil sengeda meminta maaf atas perbuatan yang telah raja
Raja 14 : Rasa-rasanya saya ingin mati saja, saya sudah tak kuat menahan sakit yang saya derita saat ini.
Patih : Tuan tidak boleh menyerah. Mungkin Tuan sebaiknya memohon ampun, atas kesalahan masa lalu..
Raja 14 : Kesalahan di masa lalu?
Patih : Iya Tuan, apakah Tuan pernah membuat orang sakit hati atas tindakan yang telah Tuan lakukan?
Raja 14 : Iya mungkin ini adalah balasan yang harus saya terima, saya sering sekali menyakiti orang lain.
Patih : Maka dari itu, Tuan harus meminta ampunan dari mereka yang telah Tuan sakiti.
Raja 14 : Saya ingin mengaku, Patih.
Patih : Mengaku apakah gerangan?
Raja 14 : Sebenarnya sayalah yang telah membunuh Raja Linge 13.
Patih : Mengapa Tuan setega itu membunuh adik Tuan sendiri?
Raja 14 : Kala itu saya disulut nafsu. Saya selalu menyalahkan Tuhan. Saya rasa Tuhan tidak adil terhadap saya. Ayah pun turut menjadi alasan mengapa saya tega membunuh adik saya sendiri. Saya rasa Ayah pilih kasih, saya tak bisa menerima alasan apapun mengapa harus Adik saya yang menjadi raja, mengapa tidak saya saja? Apakah karena ibuku adalah istri kedua Ayah? Dan adikku lahir dari istri Ayah yang pertama? Alasan itu tidak dapat saya terima! Walau bagaimanapun, saya lah yang pertama lahir.
Patih : Setelah saya simak pembicaraan Tuan yang tadi. Tuan hanya merasa dan belum memahami. Ketahuilah Tuan, Ayahanda Tuan sebetulnya sangat menyayangi Tuan. Dan alasan mengapa adik Tuan yang menjadi raja, karena adat dan aturan yang sudah dilakukan dari leluhur. Dan Ayah Tuan pun tak bisa melakukan apa-apa, karena beliau sangat menjunjung tinggi adat istiadat kita.
Raja 14 : (Menghela Nafas) Sudahlah. Kini saya ingin mati saja. Mau meminta maaf pada orang-orang yang telah ku sakiti pun rasanya tidak mungkin. Mereka sudah mati.
Patih : Jangan berbicara seperti itu Tuan, Tuan cukup meminta ampun pada Tuhan dan memohon agar orang yang telah Tuan sakiti dapat memaafkan Tuan. Sekarang Tuan segera istirahat saja. Tuan butuh banyak istirahat agar segera pulih.
Raja 14 : Baiklah, Patih.
Patih : Saya pamit dulu Tuan.
Sengeda pun datang menghampiri raja yang sedang duduk melamun di balkon.
Raja 14 : Saya sudah tidak kuat menahan segala sakit ini Tuhan. Saya ingin mati saja Tuhan. Tolong maafkan segala dosa yang telah saya perbuat, terutama untuk adikku dan keponakanku yang telah saya bunuh.
Sengeda : Kau sudah ku maafkan Tuan.
Raja 14 : Siapa kau?
Sengeda : Saya adalah Sengeda. Putra dari Raja Linge 13.
Raja 14 : Tidak mungkin! Kau telah saya bunuh.
Sengeda : Tidak Tuan. Sungguh. Saya adalah putra dari Raja Linge 13.
Raja 14 : Bagaimana mungkin?
Patih : Tentu saja mungkin Tuan. Sayalah yang menyelamatkan Sengeda. Waktu itu saya memberikan kaos berlumur darah binatang pada Tuan. Itu bukan darah Sengeda. Saya percaya, bahwa Sengeda tidak membunuh Ayahnya. Dan benar saja, Sengeda tidak bersalah.
Raja 14 : Penghianat kau Patih!
Patih : Tidak Tuan, justru saya pengabdi setia kerajaan Linge. Saya ingin meluruskan semua kebohongan yang Tuan lakukan. Sadarlah Tuan. Memohon ampunlah.
Sengeda : Rupanya, Tuhan telah memutarkan rodanya sekarang. Sumpah yang diucapkan kakakku benar adanya bukan? Jika benar Bener Meriah yang membunuh Ayahku, maka keturunan Ayah akan mempunyai hidung seperti belalai. Dan jika bukan Bener Meriah pembunuhnya, dia akan menjelma menjadi gajah untuk meruntuhkan semua kebohonganmu.
Raja 14 : Diam kau Sengeda!
Sengeda : Akhirnya, Bener Meriah telah meruntuhkan kebohonganmu Tuan. Ingat saat kau menyuruh Cik Serule untuk bertugas ke kerajaan Nangroe? Saya bermimpi Bener Meriah akan membantuku untuk membuktikan bahwa dia tidak bersalah. Di mimpiku Bener Meriah berkata bahwa saya harus membawa pisau dan sebilah papan untuk melukiskan gajah, dan akan ada seorang putri yang akan menghampiriku. Jika putri itu meminta pada raja Nangroe seekor gajah seperti gambar tersebut maka sanggupi lah, karena Bener Meriah akan membantuku. Dan Raja akan melakukan sayembara untuk mendapatkan gajah itu. Lalu diam-diam Cik Serule mengajakku ke kerajaan Nangroe Tuan. Saya mengikuti perintah yang Bener Meriah katakan dalam mimpiku. Kau tahu tuan? Semua yang dikatakan Bener Meriah dalam mimpi itu benar Tuan.
Raja 14 : Omong kosong!
Sengeda : Sungguh Tuan. Gajah yang menyerang Tuan di Kerjaan Nangroe adalah jelmaan dari Bener Mariah. Gajah itu saya dapatkan saat berdoa dan menari di atas kuburan Bener Meriah. Tiba-tiba saja Gajah Putih yang gagah muncul di balik semak. Lalu Cik Serule melaporkan pada Tuan, bahwa dia telah mendapatkan gajah yang diinginkan putri Kerajaan Nangroe. Alangkah senangnya Tuan saat itu. Namun, kesenangan itu hanya sebentar, sampai pada akhirnya Tuan terbaring sakit lemah tak berdaya seperti ini. Sebetulnya, sakit yang Tuan derita ini tak lebih sakit dibanding kehilangan dua orang yang saya cintai. Tuan telah membuat saya dan ibu sakit seumur hidup. Sadarkah itu Tuan?
Raja 14 : (Menitikkan air mata) Maafkan saya Sengeda. Saya telah bersikap bengis terhadapmu. Sebagai tanda maaf saya, tolong jadikan anak ini sebagai Raja Linge 15.
Patih : Tapi Tuan?
Raja 14 : Kau lah yang sepantasnya menjadi Raja Linge, Sengeda. Ini memang telah menjadi hakmu. Saya titipkan kerajaan ini padamu. Maafkan segala perbuatan saya di masa lalu. Sungguh, saya ingin mati dengan tenang.
Sengeda : Saya telah memaafkanmu jauh sebelum kau meminta maaf, Tuan.
Raja 14 : Terima kasih Sengeda.
(Tak lama dari itu, Raja Linge 14 wafat)
Tamat

 

Dewi Anggrae :) Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos